Natuna, Potretnusantara.id – Dalam penetapan pajak pasir kuarsa atau disebut Mineral Bukan Logam dan Batu (MBLB) di wilayah Kabupaten Natuna, Yanto, Kepala Dinas BPKAD Pemerintah Daerah Kabupaten Natuna menilai, Kabupaten Natuna hanya tetapkan pajak pasir kuarsa hanya sebesar 14%, padahal ada 20 daerah lain di Indonesia tetap kan besar pembayaran pajak MBLB hingga 20%.
“Dalam penetapan Perda ini sudah melalui tahapan-tahapan berjenjang bukan hanya
Pemerintah Daerah dan DPRD saja, tapi melalui pembahasan yang panjang dan juga telah dilakukan FGD, kemudian rancangan Perda dievaluasi oleh Gubernur di Provinsi, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan sebagaimana yang diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pemerintah Daerah sebelum menetapkan Perda tersebut dilakukan pembahasan melalui sinkronisasi dari Provinsi, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan,” jelas Yanto kepada media ini Sabtu (21/12/24).
Hal ini dijelaskan Yanto sebagai bentuk transparansi pengelolaan keuangan daerah terhadap dasar besaran tarif pajak atas MBLB ataupun sering disebut pajak pasir kuarsa bagi masyarakat biasa berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) yang diatur dari Pasal 71 sampai dengan Pasal 75.
“Pada kesempatan ini, saya hanya menjelaskan dari regulasi serta dari data
yang ada pada BPKPD. Sebagai bentuk tarif pajak MBLB sesuai Perda Nomor 15 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bisa saja pajak pasir kuarsa ditetapkan paling tinggi sebesar 20%, namun Pemda Natuna ambil kebijakan sebagai upaya menjaga keseimbangan antara para pengusaha pasir kuarsa dan Pemda Natuna hanya sebesar 14%,” jelas Yanto.
Yanto juga memaparkan, upaya peningkatan PAD Perda Nomor 15 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pada bulan Januari Tahun 2025. Pajak pasir kuarsa mengalami kenaikan 4% dimana sebelumnya pajak pasir kuarsa 10% akan naik menjadi 14%. Tidak menutup kemungkinan Pemda Natuna menetapkan pajak pasir kuarsa mencapai 20%, tapi hal itu akan berdampak kepada para pengusaha tambang pasir kuarsa saat bayar pajak untuk tingkatkan PAD Natuna.
“Sementara kalau melihat di daerah lain mereka tetapkan pajak tersebut sampai batas akhir 20%. Dalam penetapan besaran pajak pasir kuarsa, Kabupaten Natuna termasuk bagian kategori kecil dibanding daerah lain seperti daerah Aceh Singkil, Baru Bara, Dharmasraya, Musi Banyu Asin, Tabalong (Kalimantan Selatan), Nunukan (Kalimatan Barat) dan Kutai Timur (Kalimantan Timur). Ada ekitar 20 daerah lain di Indonesia menetapkan pajak Pasir sebesar 20%,” paparnya.
Masih kata Yanto, hasil pajak yang telah diterima Kabupaten Natuna pada tahun 2023 dan 2024 sudah mencapai puluhan Miliar, bila dibanding dengan harga jual pasir kuarsa ke Negara Cina yang mencapai ratusan miliar, tentu tidak menjadi kendala para pengusaha tambang pasir kuarsa di Natuna bayar pajak. Karena nilai keuntungan mencapai ratusan milyar untuk putaran sekali trip dengan membawa ratusan ton menggunakan Tongkang Raksasa.
“Pajak MBLB Tahun 2024 sesuai dengan Laporan Realisasi Anggaran per 19 Desember 2024 dengan rincian sebagai berikut : Pasir Kuarsa : 571.207 Ton x Rp250.000,00 (Harga Ambang) Rp142.801.750.000,00 Pajak MBLB 10% : Rp142.801.750.000,00 x 10% = Rp14.280.175.000,00 nilai Ekspor,” tuturnya.
Lanjutnya, Sementara itu, pembayaran pajak pasir kuarsa tersebut tentunya nanti sangat berdampak bagi masyarakat Natuna. Pajak tersebut bisa saja digunakan untuk bayar TPP ASN atau PPPK atau pun program bantuan pinjam Tampa bunga bagi para pelaku UMKM di Natuna. Dari hasil pajak MBLB pada tahun 2023 yang dihasilkan 10% dibagi hasilkan
ke Pemerintah Desa melalui mekanime transfer ke RKD masing-masing Desa, dibagi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Realisasi pendapatan pada tahun 2023 mencapai 104,58% dan Pajak Daerah mencapai periode tertinggi semenjak Kabupaten berdiri yaitu mencapai 154,93% dari target yang ditetapkan. Optimalnya realisasi pendapatan disumbangkan oleh pasir kuarsa sehingga memberikan kontribusi nyata terutama cash flow Pemda yang digunakan untuk membiayaan APBD termasuk belanja pegawai, barang dan jasa, belanja modal dan belanja bagi hasil,” sebut Yanto.
Terakhir yanto juga menyebut, hal ini diapresiasi oleh Kemendagri untuk Kabupaten Natuna Tahun 2023 pada tahun 2024 di Jakarta dengan menerima penghargaan kategori belanja terhadap pendapatan tertinggi pada tanggal 18 Desember 2024. Penilaian dari tim monitoring dan evaluasi Kemendagri bersama kementerian dan lembaga terkait.
“Sedangkan tahun 2024 realisasi pajak turun dari target yang ditetapkan yaitu
hanya sebesar Rp14.280.175.000,00 atau 32,72% dari target MBLB, namun Pemda telah menyalurkan bagi hasil pajak ke Pemdes lebih tinggi dari realisasi pajak MBLB yaitu Rp2.353.880.000,00 sebagai bentuk komitmen bagi hasil ke Pemdes”. pungkasnya.
Berdasarkan sumber Dinas BPKAD Natuna untuk penerimaan pajak pasir Kuarsa Pendapatan Pasir Kuarsa Natuna :
1.484.250.000 Ton x Rp250.000,00 = Rp387.293.475.500,00, Pajak MBLB 10% :
Rp387.293.475.500,00 x 10% = Rp38.729.347.550,00 Nilai Ekspor :
$36.855.554,14 x Nilai Tukar yang berlaku jika diambil nilai tukar yang berlaku berkisar Rp563.496.241.824,18 mungkin jika dipersentasekan dari nilai ekspor jika dirupiahkan hanya berkisar 7% saja diterima dari pajak MBLB.
Sedangkan pajak MBLB Tahun 2024 sesuai dengan laporan Realisasi anggaran per 19 Desember 2024 dengan rincian sebagai berikut: Pasir Kuarsa : 571.207 Ton x Rp 250.000,00 = Rp142.801.750.000,00
Pajak MBLB 10% Rp142.801.750.000,00 x 10% = Rp14.280.175.000,00. Nilai Ekspor :
$11.267.383,00 x Nilai Tukar yang berlaku jika diambil nilai tukar yang berlaku berkisar Rp176.954.677.064.00, mungkin jika dipersentasekan dari nilai ekspor jika dirupiahkan berkisar 8%. Untuk tahun 2024 ada 2 WP yaitu PT. IKJ dan PT. MMI. (Kalit).
Editor : Din