Tapanuli Tengah, Potretnusantara.id – Kepala Desa Unte Mungkur IV, Kecamatan Kolang, Kabupaten Tapanuli Tengah, diduga telag menerbitkan Surat Keterangan Tanah (SKT) atau alas hak kepemilikan di lahan Hutan Produksi Terbatas (HPT).
Dugaan ini mencuat setelah adanya laporan mengenai perubahan fisik lahan HPT yang dilakukan oleh oknum masyarakat Desa Unte Mungkur IV.
Oknum tersebut diduga sengaja mengubah fisik lahan HPT dengan menggunakan alat berat jenis ekskavator dan mesin chainsaw tanpa mengindahkan peraturan perundang-undangan tentang kehutanan dan perizinan dampak lingkungan.
Tindakan ini menimbulkan pertanyaan mengenai legalitas kegiatan tersebut dan peran pemerintah desa dalam pengawasan dan penegakan hukum terkait pengelolaan hutan.
Saat dikonfirmasi melalui telepon WhatsApp, Kepala Desa Unte Mungkur IV, Pirman Nainggolan, mengakui bahwa pihaknya telah mengeluarkan SKT tersebut.
“Surat keterangan tanah (SKT) betul kami keluarkan melalui surat mereka masuk ke kantor desa. Kalau HPT tidak masalah kalau dikeluarkan surat SKT dari desa,” ujarnya. Kamis (16/10/25).
Namun, Pirman Nainggolan juga menyatakan bahwa izin dari desa tidak ada.
“Namun surat pematangan lahan itu ada saya tanda tangani dan stempel dari desa pak,” tambahnya.
Pernyataan ini menimbulkan keraguan mengenai dasar hukum penerbitan SKT di lahan HPT dan potensi konflik kepentingan dalam proses perizinan.
Sebelumnya, Kaur Umum Desa Unte Mungkur IV, Desi Naibaho, memberikan keterangan yang berbeda. Ia menyatakan bahwa lahan tersebut berada di lahan HPT dan selama pengetahuannya, kepala desa tidak pernah mengeluarkan izin dan SKT dari Desa Unte Mungkur IV.
“Karena saya selalu disuruh Kades, karena saya juga operator pak,” ungkapnya pada Kamis (2/10/25) lalu.
Perbedaan informasi yang diberikan oleh Kepala Desa dan Kaur Umum Desa Unte Mungkur IV menimbulkan kecurigaan adanya ketidaktransparanan dan potensi penyalahgunaan wewenang dalam pemerintahan desa.
Hal ini memicu dugaan pembohongan publik dari pemerintah Desa Unte Mungkur IV, yang dinilai menghalang-halangi investigasi penyelamatan hutan negara.
Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan dugaan pelanggaran terhadap peraturan kehutanan dan potensi kerusakan lingkungan akibat alih fungsi lahan HPT. Pihak berwenang diharapkan segera melakukan investigasi mendalam untuk mengungkap kebenaran dan menindak tegas pelaku pelanggaran sesuai dengan hukum yang berlaku.
Investigasi lebih lanjut diperlukan untuk memastikan apakah penerbitan SKT tersebut sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku dan tidak bertentangan dengan peraturan tentang pengelolaan hutan. Selain itu, perlu juga ditelusuri apakah ada unsur kesengajaan atau kelalaian dari pihak-pihak terkait yang menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan.
Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi pemerintah daerah dan masyarakat untuk lebih peduli terhadap kelestarian hutan dan pentingnya penegakan hukum dalam pengelolaan sumber daya alam. Transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan desa juga menjadi kunci untuk mencegah terjadinya praktik-praktik yang merugikan lingkungan dan masyarakat.(R/S)
Editor : Din